Senin, 23 Maret 2015

REWANG, BUTUH DI REAKTUALISASI

21.49

Kita berjumpa lagi, Lagi lagi kita bersua, Salam Kampunganism

Setelah meluncurkan SUMPAH [LOE] KAMPUNGAN sebagai posting pertama pada blog ini. Izinkanlah saya untuk meluncurkan roket postingan ke-2 ini [Gak pake ijin gapapa kalik, blog-blog mu sendiri jo]

Sekilas tentang Rewang


Secara bahasa, Kata rewang berasal dari bahasa Jawa, yang berarti teman [Mohon di koreksi jika salah]. Namun pada perkembangannya Rewang meluas menjadi sebuah kegiatan saling bantu dalam sebuah hajatan. baik membantu dari aspek finansial [bahan atau uang] maupun dari sisi tenaga [ikut bantu-bantu masak dsb.]

Pada beberapa daerah istilah rewang disebut dengan nyinom, ewang-ewang dsb. di kampungmu apa namanya? Hah gak ada budaya ini?

Memang, semakin kekinian budaya rewang semakin jarang dilakukan. Di daerah kota akan sulit ditemukan, terlebih di daerah real-estate atau perumahan [wooy ini blog kampung wooy...skip..skip]. 

Kembali ke budaya rewang, di kampung atau desa. Rewang merupakan sebuah aktivitas sosial antar tetangga atau sanak-kadhang yang dilakukan pra-hajatan. dimana kebanyakan ibu-ibu atau remaja putri berkumpul di rumah shohibul bait [si-empunya hajat] untuk menyumbang tenaga membantu masak memasak menyiapkan hidangan hajatan. Tak jarang yang menyumbang barang atau materi seperti beras, gula dsb.

Dalam prosesi rewang ini, tergambar nilai-nilai kampung yang sangat kental. dimana seperti ghalib-nya kaum hawa. Ibu-ibu dan remaja puteri akan sangat ramai. baik jumlahnya maupun pembicaraannya [iya-iya mau bilang pada ngegosip aja panjang amat jo].

Menilik lebih jauh, sebenarnya esensinya bukan pada ngegosipnya. Namun, nilai kekerabatan yang di lahirkan dari adanya prosesi rewang ini. Tetangga dan sanak-kadhang akan bahu-membahu tanpa ada tendensi dan mengharap bayaran apa-apa untuk membantu shohibul-hajat. Sang empunya acara biasanya hanya membalas dengan ucapan terima kasih berupa mengirim hasil masakan kepada tetangga dan sanak-kadhang yang turut membantu [Ater-ater]

Budaya dan nilai ini kiranya perlu di reaktualisasi kembali. diejawantah-kan kembali di dunia per-Kampung-an. Mengingat budaya ini kini sudah mulai pudar dan mengabur. 
Kepadatan aktivitas ibu-ibu dan remaja puteri kekinian menjadi sebab menurunnya eksistensi rewang di dunia kampung. Tak dapat di elakkan memang, wanita kini banyak yang berkiprah dan memilih eksis di luar sana. Sah-sah saja. Hingga [Kadang] arus informasi tetangga sekitar pun tak melintas di telinga karena tak ada space waktu untuk memandang sekitar.

Hal tersebut ditambah pula dengan budaya "Catering". Dimana ketika ada hajatan, tak perlu si-empunya hajat berepot-repot memasak dan menyiapkan ini-itu. cukup pesan jadi [Jasa Catering] maka selesai urusan, Uang memang berbicara dan berkuasa disini. Tetangga dan Sanak-kadhang pun tak perlu repot datang untuk rewang karena urusan masak-memasak sudah ada "panitia" nya.

Tak ada lagi canda ibu-ibu dan remaja puteri pra-hajatan terdengar, gosip-gosip kampung pun sayup melirih, karena tak tersampaikan...Forumnya sudah bubar. tak ada lagi suara hasil gesekan mata pisau dan telenan, atau suara api tungku kayu bakar yang memeletik. Dan yang lebih na'as lagi, esensi dari rumpi-rumpi tersebut adalah merenggangnya kekerabatan, baik antar tetangga maupun sanak-kadhang.

Semoga hal itu tidak lekas terjadi.

Salam Kampunganism, Kampungan is me!

Written by

Nggak pengen nulis komen kisanak/Nyai? Yakin? Nanti nyesel lho.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 KAMPUNGANISM. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top